Arsip | cerita kehidupan (life story) RSS feed for this section

HITAMNYA SEBUAH MINGGU

27 Okt

Telah ku bersiap,
sejak sekian lama berfikir ini itu demi hari minggu.

Satu persatu tersusun rapi dalam buku catatan perjalanan.
tiada yang terlewat terjadwal rapi dalam memori

Ketika mentari minggu menghampiri,
ketika itu mendung menyelimuti senyumnya yang berseri,
menjadi sebuah pertanda akan hadirnya minggu kelabu.

Tiba saatnya ku buka satu persatu buku perjalan hari minggu,
lembaran awal berlumur tinta hitam pena yang tersapu air entah dari mana.

Tak sedikitpun kata-kata disitu dapat terbaca,
hilang tenggelam berlumur hitamnya minggu

Halaman itu Terlewati begitu saja,
tanpa adanya centrang keberhasilan,
membuta selamanya tidak akan ada yang bisa membaca dan mengungkapnya.

Lumuran tinta hitam itu,
menghunus dalam melukai minggu

Mengiris Minggu pagi,
menggores minggu siang,
melukai minggu sore,
dan memekatkan minggu malam membunuh satu buah minggu

Tiada satu pun terlaksana,
hilang tersapu hitamnya minggu.

Indra Prasetyo
Minggu, 27-10-14, 23.59

LIBURAN SEKELOMPOK PEMUDA KESEPIAN : bersenang-senang atau menderita???

9 Feb

Bagi semua mahasiswa, liburan semester pasti menjadi waktu yang paling di tunggu-tunggu untuk menyegarkan pikiran dari rutinitas sehari-hari dikampus. Namun lain cerita bagi sekumpulan mahasiswa yang kurang beruntung berikut ini. Karena padatnya kegiatan kampus, liburan sekumpulan anak muda ini harus tersita, dan harus tetap berada di kota mereka menuntut ilmu, yakni Jatinanngor tercinta yang begitu sepi karena ditinggal berlibur penduduknya yang mayoritas adalah mahasiswa. Alhasil sekelompok remaja kurang kerjaan ini begitu merindukan “liburan”. Mereka harus pandai mencari hari senggang di tengah padatnya jadwal mereka agar bisa memanfaatkannya untuk berlibur. Ditengah segudang kegiatan yang harus mereka hadapi, mereka tetap menyempatkan diri untuk merundingkan rencana berlibur mereka, meskipun tidak tahu apakah rencana mereka akan berhasil atau tidak.

Singkat cerita kesempatan yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba, Selasa, 7 Februari 2012 pun seolah menjadi hari keberuntungan bagi mereka, karena dalam jadwal mereka, hari itu menjadi hari senggang yang bisa dimanfaatkan untuk beristirahat dan berlibur. Ya, mereka sudah membuat rencana matang untuk berlibur dihari yang sempit itu. Garut, kota yang terkenal dengan sumber air panas alaminya, Cipanas, menjadi kota yang mereka pilih untuk mengistirahatkan dan menyegarkan kembali tubuh yang telah lelah akibat aktivitas yang padat.

Liburan yang penuh dengan moment-moment mengesankan pun dimulai dengan keberangkatan mereka di senja yang indah tanggal 7 Februari 2012 pukul 17.00 WIB. Empat pemuda yang terdiri dari Indra Prasetyo, Akbar Rizky Kurniawan, Yoga Wibisono dan Imam Daniel Sihombing yang hidupnya penuh dengan kejutan ini menuju lokasi liburan dengan membawa harapan besar untuk mendapatkan liburan yang menyenangkan.

Meskipun beberapa dari kami bukan pertama kalinya menuju tempat itu, keragu-raguan sempat muncul dari pikiran kami mengenai lokasinya. Saya (indra) akhirnya berkata kepada kondektur bis pak, kami turun di Cipanas ya” kondektr pun menjawab “oh, iya nanti saya kasih tau kalo sudah sampai”. Setelah berpesan kepada kondektur bis, kami sedikit tenang karena merasa tidak akan tersasar. Sialnya, bapak kondektur lupa dengan pesan kami beberapa waktu lalu, akhirnya kami pun terlalu jauh berhenti dari lokasi sebenarnya, dan harus berjalan kaki sekitar 1 hingga 2 KM menuju lokasi sebenarnya.

Setibanya dilokasi, hari sudah gelap, waktu maghrib pun tiba dan adzan berkumandang dengan merdunya. Sebelum mencari kolam pemandian air panas yang tepat, kami memutuskan mencari tempat penginapan untuk tempat kami bermalam. Seseorang yang tidak kami kenal tiba-tiba datang menghampiri kami dan tanpa basa basi langsung menawarkan kami tempat penginapan murah. “penginapan murah a’?”. Akbar yang paling tua dari kami berempat dan sudah kami anggap seperti bos segera berbincang dengan orang itu. “penginapannya untuk satu malam berapa kang?”. Kemudian orang itu menjawab, “murah a’ satu malamnya Rp. 130.000,-, mari saya antar, lihat-lihat aja dulu”. Kami kemudian dibawa ke tempat penginapan yang cukup terpencil untuk melihatnnya, tanpa pikir panjang, Akbar dan teman lainnya memutuskan untuk menyewa kamar itu (1 kamar untuk berempat). Kemudian, orang tersebut secara mengejutkan menawarka kami sebuah pelayanan sex dengan menyediakan wanita penghibur jika kami menginginkannya “a’ kalo butuh cewe bilang aja” Akbar kemudian dengan lantang menjawab “oh, nggak kang”. Dalam hati, saya (indra) pun berkata “anji*g, tempat apaan nih??!!, astaghfirullah”. Seketika perasaan was-was muncul di benak kami semua, terfikir akan sesuatu yang tidak kami inginkan (secara kami semua orang alim gitu lohhh). Meskipun begitu, dengan perasaan was-was kami pun segera masuk kamar untuk mempersiapkan diri pergi ke kolam air panas untuk berendam (saat itu waktu menunjukan sekitar pukul 18.30 WIB). Segera setelah mempersiapkan diri, kami segera menuju tempat pemandian air panas dan masuk dengan membayar tiket masuk dengan harga tiket sebesar Rp. 8.000,-/orang. Byurrrrr…. Kami segera menceburkan diri ke kolam. wuihhh, seger, akhirnya liburan juga” teriak akbar. Kami pun bersuka ria dan bercanda tawa di kolam sambil bersantai menyegarkan badan di kolam air panas. Tak terasa sekitar 2 jam kami berada di kolam, kami segera menyudahinya dan bersiap untuk mencari makan malam sebelum kembali ke penginapan.

Selesai berenang dan berendam di kolam air panas, perut kami mulai berbunyi dan rasa lapar mulai muncul. Akhirnya kami pun mencari makan malam, dan langkah kami terhenti di salah satu rumah makan yang menawarkan berbagai menu makanan, nasi goreng, soto, dll. Terjadi dialog singkat diantara kami dan ibu pemilik rumah makan. Akbar pun memulai pembicaraan, ”harga satu porsi nasi goreng berapa bu??” ibu penjual dengan senyuman menjawab “15.000”. Kemudian akbar menghampiri dan menyampaikan hasil dialognya bersama ibu penjual makanan “woy, nasi goreng satu porsinya 15.000”. Kami semua dengan terkagetnya mengeluarkan kata-kata yang sedikit kasar akibat penjelasan dari akbar “anji*g!!! nasi goreng apaan 15.000??!!, restoran juga bukan, tapi mahal banget”. Karena harga yang kurang cocok, kami memutuskan bertanya harga makanan lain “kalo soto berapa bu??” ibu penjual pun kembali menjawab “kalo soto daging satu porsinya 20.000”. Tujuan kami bertanya harga makanan lain adalah agar kami bisa menemukan makanan yang murah, tapi hasil yang kami dapat justru sebaliknya harga makanan lain semakin mahal. Sejenak kami berunding (mau makan aja kok repot pake berunding segala). Akbar berkata, gimana nih, mahal-mahal banget??”. Secara tiba-tiba Imam kemudian menyeletuk “mahal kali, aku pesan p*p mie aja deh, paling murah itu harganya 5.000”. Dengan kompak kami semua akhirnya hanya memesan p*p mie. “bu, p*p mie-nya deh empat”. Setelah makanan datang ibu penjual makanan kemudian menawarkan pesanan minum ”mau pesan minum apa a’ “. Saya (indra) menjawab dengan lantang, “air putih aja bu” (hahahaha, nasib anak kostan yang liburan dengan uang pas-pasan)

Setelah makan, kami kembali ke penginapan untuk beristirahar. Sesampainya di dalam penginapan, kami berunding masalah pembayaran. Harga kamar yang kami sewa adalah Rp. 130.000 untuk satu malamnya, jadi masing-masing dari kami membayar Rp. 32.500,- untuk membayar penginapan (ini baru yang namanya kebersamaan, hahaha). Tak terasa malam semakin larut, waktu sudah melewati pukul 00.00 dan hari berganti menjadi tanggal 8 februari 2012, kami pun bersiap untuk segera tidur. Tetapi, beberapa menit kemudian saya (indra), yoga, dan imam terbangun karena penginapan kami begitu panas, gerah dan pengap “seperti di dalam penjara” celetuk yoga. Meskipun begitu, akbar tetap bisa terlelap dengan pulas. Karena kondisi tersebut, kami memutuskan untuk memutuskan menonton tv yang ada di kamar kami. “mam, nyalain TV mam” perintah saya kepada imam. Imam pun segera menghampiri TV untuk menyalakannya, karena tidak ada remotnya. (haduuhh, ada TV tapi nggak ada remotnya!). Tiba-tiba imam teriak dan memanggil saya. “sini dra, TV-nya nggak ada antenanya”. Saya sempat terheran dan menggerutu dalam hati “masa TV nggak ada antenanya???!!” karena penasaran, saya pun menghampiri Imam “yang bener mam??” Imam kemudian menjawab “iya bener, lihat aja nih” saya pun mengeceknya oh iya bener nggak ada antenanya”. Kami sempat bingung karena hal ini, tapi, karena kepintaran dan pengalaman saya mengenai kreativitas dalam segala hal, saya pun bisa mencari jalan keluarnya dengan ide cemerlang, dengan melihat selembar kertas tembaga pembungkus rokok, saya memanfaatkannya sebagai antena. Setelah selesai mengutak-ngatiknya, lalu TV dinyalakan, dan hasilnya, taraaaaa…. *tidak lebih baik. TV tersebut ternyata hanya terdapat 6 channel/saluran TV. Empat diantaranya sama sekali tidak ada gambarnya, satu channel lainnya hanya suaranya saja, dan satu channel sisanya ada gambarnya tapi tidak terlalu jelas. “Hadeehhhh, parah dah!!!” kesalku. Meskipun begitu kami tetap menontonya karena itu menjadi satu-satunya hiburan dikamar penginapan kami. Udara kamar yang begitu panas dan pengap menambah penderitaan kami dalam liburan kali ini, akibatnya kami tidak bisa tidur, Akbar, Imam, dan Yoga sampai-sampai membuka baju mereka dalam kamar, dan terus mengobrol.

Waktu menunjukkan pukul 01.30 pagi WIB, sedang asiknya mengobrol, tiba-tiba lampu penginapan mati, “zlebbb…(lampu mati)” tapi tak lama kembali menyala, tak lama berselang lampu kembali padam dan berulang hingga tiga kali. (itu menyeramkan!!, seperti di film horror). Setengah jam kemudian perut kami tiba-tiba merasa lapar tetapi tidak  berani mencari makan keluar penginapan karena daerah yang terpencil dan rasa takut akan kriminalitas serta karena uang yang pas-pasan akibat harga makanan yang nauzubillah. Kami pun menahannya terus hingga pagi. Sekitar pukul 04.00 pagi, kami semua tidur meskipun dengan kondisi yang mengenaskan, satu kasur besar untuk kami berempat.

Keesokan paginya, matahari bersinar cerah, dan menyambut kami dengan senyumannya yang begitu hangat. Akbar terbangun pertama saat jam dinding menunjukkan pukul 07.00 WIB pagi dan segera mandi untuk bersiap pulang, diikuti saya yang selanjutnya. Namun 2 orang lainnya, Yoga dan Imam tidak mandi, itu karena yoga tidak membawa handuk *masa berenang gak bawa handuk?? Sementara imam karena malas dan rasa mengantuk yang masih menghantuinya. Mereka berdua akhirnya hanya mencuci muka. Setelah itu kami membereskan barang bawaan dan bersiap pulang. Sekitar pukul 09.30 WIB pagi kami meninggalkan penginapan tanpa terlebih dahulu check out. Hahahahaha. Perjalanan kembali ke Jatinangor pun begitu terasa melelahkan karena memang kami belum makan nasi sejak kemarin, selain itu juga karena kami terlalu lelah berenang.

Sesampainya di jatinangor kami kemudian secara singkat membahas liburan sederhana kami dan tertawa bersama di salah satu tempat di kampus yang sering kami pakai untuk bersantai, ya, tempat itu kami namai DPR *bukan Dewan Perwakilan Rakyat lhooo, tapi DPR itu adalah singkatan Dibawah Pohon Rindang, hahahaha. Disana kami kembali mengingat-ingat berbagai kejadian yang kami alami, mulai dari kolam pemandian air panas yang kurang memuaskan (menurut saya pribadi), penginapan yang tidak nyaman, hingga harga makanan yang selangit. Kami pun menyimpulkan liburan kami ini dengan persentase, saya memberikan 55% untuk tingkat kepuasan liburan kami, Akbar memberikan 50% untuk tingkat kepuasan liburan kali ini, sedangkan yoga memberikan 70% persen untuk tingkat kepuasan liburan ini (kok segitu puasnya dia liburan, padahal liburan ini begitu mengecewakan dan membuat kami sedikit menderita), sementara imam tidak memberikan persentase liburan kami (mungkin karena saking kecewanya kali yaaa, hahahaha). Meskipu begitu disisi lain kami merasa senang karena akhirnya bisa berlibur ditengah segudang kegiatan kampus yang menyiksa.

            Mungkin cukup sekian cerita liburan kami kali ini, semoga bisa menjadi referensi liburan anda sekeluarga, hahahahaha *just kidding.

Indra Prasetyo
08-02-12

KECELAKAAN DI PENGHUJUNG RAMADHAN

22 Agu

Sabtu, 20 Agustus 2011.

Ahmad Ridwan mempunyai sebuah ide yang terlintas muncul ketika kami sedang berkumpul untuk sekedear mengisi waktu luang di bulan Ramadhan. Ide yang terlintas di benaknya adalah mengdakan Sahur On The Road. Dia pun mengajak saya untuk ikut Sahur On The Road. Tanpa basa-basi saya pun menerima ajakan yang diberikan olehnya. Tepat pukul 11 malam dia menjemput saya untuk berkumpul sejenak dirumah salah seorang kawan sebelum berangkat sambil menunggu teman-teman lainnya.

Minggu, 21 Agustus.

            Tepat pukul 01.00 dini hari, semua teman-teman telah berkumpul. Saya sendiri sebenarnya tidak mengetahui sebenarnya kemana kita akan pergi. Namun, salah seorang teman mencetuskan ide agar kita menuju puncak. Meskipun jumlahnya tidak seberapa, yakni hanya 5 orang, kita segera berangkat mengendarai 3 buah sepeda motor.

Dalam perjalanan kita sama sekali tidak mendapatkan halangan yang berarti. Perjalanan kita menuju puncak pun berjalan lancar Tepat pukul 03.30 dini hari, kita semua sampai ke tempat tujuan. Sesampainya disana kita semua segera menuju ke sebuah warung kita segera memesan 5 cangkir kopi hitam untuk menghangatkan badan yang merasa kedinginan selama perjalanan. Setelah kita menghabiskan semua kopi yang telah kami pesan, kami segera memesan makanan untuk sahur. Kami semua memesan makanan disebuah warung masakan padang. Kami semua makan dengan begitu lahapnya. Tidak terasa makanan yang kami pesan akhirnya habis, sebelum melanjutkan kegiatan selanjutnya kita duduk sejenak menenangkan perut sambil menunggu waktu Imsyak tiba.

            Waktu imsyak pun tiba, kami segera menyudahkan makan kami untuk melanjutkannya dengan berpuasa. Kemudian kita mengobrol sejenak untuk menunggu waktu adzan. Akhirnya Adzan Subuh pun berkumandang, kami segera bergegas menuju masjid untuk menunaikan sholat subuh. Kami semua sholat subuh dengan begitu khusyuknya.

            Semua selesai pukul 05.00, hari masih gelap dan matahari masih malu-malu untuk menampakkan wajahnya. Sejenak kami tidur-tiduran di pelataran masjid sambil menunggu matahari menyapa kita. Pukul 06.00 kami bangun, meskipun masih lelah kita harus segera pulang. Saat matahari mulai muncul, pemandangan disekitar kita begitu indah, kita pun tidak mau melewatkannya begitu saya. Kita memutuskan untuk mengabadikan keberadaan kita disini dengan berfoto-foto.

            Setelah matahari semakin meninggi, kami segera pulang menuju Jakarta. Diawal perjalanan pulang kita, kita selalu berjalan bersama-sama. Namun setelah itu kita seperti terpencar. Ditengah perjalanan Ridwan merasa sakit perut dan segera menepi ke SPBU terdekat untuk buang air besar. Sementara itu teman-teman yang lain menunggu di depan SPBU. Setelah selesai, saya dan Ridwan segera menghampiri teman-teman yang lainnya untuk kembali melanjutkan perjalanan. Tak berapa lama, saya yang berboncengan dengan Ridwan merasa telah mendahulukan teman-teman lainnya. Oleh karena itu, kita berhenti sesaat untuk menunggu mereka. Telah lama menunggu, mereka tidak segera datang juga. (Sebenarnya kami tidak tahu yang terjadi sebenarnya, apakah kita yang mendahului mereka, atau mereka yang telah mendahului kita). Tanpa pikir panjang kami melanjutkan perjalanan. Tak berselang beberapa waktu, sepertinya Ridwan yang mengendarai motor merasa mengantuk, begitu juga saya yang diboncengi. Waktu itu saya seperti sedang bermimpi dan setengah sadar. Saya sempat melihat dan merasa motor yang kita kendarai tiba-tiba semakin merapat kesebuah trotoar tanpa sadar. Setelah itu, BRAAAAKKKKKKK, motor yang kami kendarai menabrak trotoar. Sesaat setelah kecelakaan saya langsung tidak sadarkan diri dan hanya tergeletak dipinggir jalan. Sementara Ridwan seingat saya masih sempat berjalan-jalan menanyai keadaan saya. Kemudian dengan cepat warga terdekat menghampiri kita untuk membantu. Saya dan Ridwan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Budhi Asih menggunakan taksi.

            Didalam taksi saya masih setengah sadar, sementara Ridwan masih segar bugar dan terus bertanya sepanjang perjalanan menuju rumah sakit kepada pak supir. Sesampainya dirumah sakit kita berdua langsung dilarikan menuju UGD dan segera mendapatkan perawatan yang intensif. Saya mengalami luka yang parah di lutut kiri, dan harus mendapatkan 5 jahitan pada luka itu (Suster yang menjahit saya cantik, seperti mahasiswa yang sedang praktek. Pengen kesana lagi jadinya…hheheheh…). Selain itu saya juga mengalami luka berdarah di kepala belakang dan lecet-lecet dibeberapa tempat. Sementara Ridwan, setahu saya dia mengalami luka lecet-lecet di wajah dan beberapa giginya patah. Dia juga sempat tidak ingat apa-apa (seperti amnesia) dan segera mengalami perawatan yang lebih intensif.

            Setelah mendapat perawatan, saya diperbolehkan pulang oleh dokter, sementara Ridwan masih dirawat. Setelah dirumah saya mulai menbaik dan terus mendapatka perawatan dengan meminum obat-obatan yang diberikan dokter dan alhasil harus meninggalkan puasa Ramadhan yang tinggal seminggu lagi.

21-08-11

CERITA ANAK KOST

14 Agu

Inilah sepenggal cerita tentang sebuah kehidupan baru yang saya alami, yang juga dirasakan oleh ratusan bahkan ribuan anak kost lainnya. Sebuah kehidupan yang menurut sebagian orang begitu membosankan. Tapi tidak sepenuhnya pernyataan itu benar, karena dibalik segala kebosanan yang diawal-awal kita rasakan sebagai anak kost, ada berbagai hal menyenangkan yang mungkin tidak bisa kita rasakan jika tidak menjadi anak kost.

Kini ku berkeliaran di kota orang demi mengejar mimpi dan cita-cita.  Memulai kehidupan sebagai anak kost yang serba sendiri, tanpa bantuan siapapun, tanpa bantuan keluarga dan sanak saudara. Kehidupan benar-benar kita yang tentukan dan harus diputuskan sendiri. Merantau jauh dari kota kelahiran dan berharap bisa menjadi pribadi baru saat kembali nanti.

Saat berada di dalam ruangan berukuran 2×1,5 m yang bernama “KAMAR KOST”, aku seperti anak ayam kehilangan induknya, kebingungan dan ketakutan di tengah kesendirian di dalam kegelapan malam. Hanya bisa termenung dan menghibur diri dengan mendengarkan lantunan lagu-lagu penghibur untuk menghilangkan rasa sepi. Ada kalanya jika kepenatan begitu kurasakan, keluar mencari udara segar menjadi cara jitu untuk menghapus segala beban fikiran yang sedang kita rasakan sambil menikmati keindahan kota.

“Menjalani kehidupan penuh kemandirian, dan harus melewati suka duka sendiri agar menjadi pribadi yang kuat dalam menghadaapi segala masalah. Demi mencapai segala harapan dan cita-cita di akhir nanti.” Mungkin itulah sepenggal prinsip tuk memulai kehidupan baru disini. Sebagai penyemangat dan motivasi agar bisa menjalani semuanya.

Terkadang ada, saat dimana aku merasa butuh sebentuk perhatian dari orang tuaku untuk menyelesaikan masalah, tapi mereka tak ada, karena mereka sedang berada jauh disana dan tidak bisa membantu apa-apa. Saat aku merasa rindu untuk pulang ke rumah, tapi aku tak bisa, karena disinilah tempat yang karus kutempati sebelum segala mimpi dan cita-citaku terkabul. Saat tagihan-tagihan dan kebutuhan-kebutuhan hidup mulai terasa mencekik leher karena kiriman uang belum datang, aku hanya bisa menunggu, menunggu, dan menunggu, sambil memutar otak agar semua kebutuhan bisa tertutupi dan kehidupan tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya. Saat malam terasa sangat sepi, ku hanya bisa melamun diri di teras depan kamar kost, atau berkumpul bersama teman senasib sambil memetikkan senar gitar dan bernyanyi untuk menghapus rasa sepi. Maka saat itulah hidup sebagai anak kost menjadi tidak menyenangkan.

Tetapi, tinggal sendiri membimbingku menemukan rasa tanggung jawab terhadap diriku, untuk menciptakan kehidupan yg lebih berarti. Membangun sikap disiplin waktu dan uang, agar kehidupan ku menjadi benar-benar teratur dan tersusun rapi. Semua itu akan membawaku menjadi pribadi yang baru. Disaat-saat itulah ku mulai bisa merasakan kesenangan hidup sebagai anak kost.

Dalam hal bergaul pun, aku harus pandai-pandai memilih teman, seperti kata pepatah…”Jika berteman dengan penjual minyak wangi, kita akan mendapatkan percikan minyak wanginya, dan jika kita berteman dengan tukang las, maka kita akan terkena percikan apinya”. Salah-salah, bisa terjerumus ke dunia kelam.

Tapi bagaimana pun kehidupan ku kini, do’a orang tua selalu menyertaiku meskipun kini ku berada jauh dari mereka. Aku selalu berusaha mengingat mereka setiap ku ingin melakukan suatu hal baru agar ku tidak salah melangkah, demi mengejar mimpi, demi masa depan cerah.

16-09-10/14-08-11