Siapa yang tidak tahu becak? Kendaraan tradisional yang satu ini memang mulai jarang ditemui di jalan-jalan kota besar. Modernisasi yang membawa kemodernan dalam segala bidang membuat posisi becak sebagai alat transportasi kini tergantikan oleh kendaraan bermotor. Meskipun begitu, beberapa kota di Indonesia masih mempertahankan alat transportasi ini sebagai transportasi sehari-hari, selain murah, kendaraan yang satu ini memang ramah lingkungan. Yogyakarta adalah salah satu kota yang masih mempertahankan becak sebagai alat trasportasi dan membiarkan becak bersaing dengan kendaraan bermotor. Memang sudah sepatutnya kita sebagai warga yang baik, harus melestarikan kebudayaan yang ada disekitar kita, termasuk cerita yang satu ini, berkat idenya, secara tidak langsung seseorang yang dikenal dengan nama Harry ini membuat becak kini mulai dikenal kembali. Mau tau ceritanya, lanjutkan membacanya!
Seperti kita ketahui bersama, tukang becak biasanya mendiami suatu tempat untuk mangkal sambil menunggu penumpang datang menghampiri. Namun, berbeda dengan tukang becak yang satu ini. Blasius Haryadi atau lebih dikenal dengan nama Harry Van Yogya adalah seorang tukang becak yang berbeda dengan tukang becak lainnya. “bukan tukang becak biasa”. Tukang becak yang satu ini memanfaaatkan situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter untuk mencari pelanggan terutama wisatawan-wisatawan asing. Bermodalkan sebuah ponsel berfitur cukup canggih, Haryadi selalu ber-Facebook ria sambil menunggu penumpang. Tukang becak gaul, haha. Tak hanya untuk mencari pelanggan dan meraup keuntungan, ia mengaku dapat belajar bahasa Inggris dari beberapa turis asing yang menggunakan jasanya. Dengan usahanya mencari pelanggan lewat jejaring sosial, dari hari ke hari, pelanggannya semakin banyak Hampir setiap wisatawan yang ingin berkeliling menikmati indahnya kota Yogyakarta mencari dirinya. Selain menawarkan jasa becak, Haryadi juga menjual kain batik yang menjadi ciri khas Kota Yogyakarta. Dari usaha menarik becak dan menggunakan Facebook, Haryadi mengungkapkan hidupnya menjadi lebih baik. Ia bahkan sudah memiliki sebuah rumah pemberian wisatawan Inggris yang dikenalnya lewat Facebook.
Selama 21 tahun dia sudah bergelut dengan pekerjaan yang membuatnya semakin bahagia ini. Setelah kuliahnya terhambat akibat biaya kuliah, dimulailah kisahnya sebagai seorang tukang becak. Suatu siang, saat melepas penat, dia iseng masuk ke warnet. “Saya minta diajari internet. Ternyata asyik,” tuturnya. Bahkan sangking ketagihan, ketika mendapat penumpang, uangnya dia gunakan untuk main internet. “Saya mulai buat e-mail, lalu buat semacam blog. Juga, ada aplikasi di Multiply,” ujarnya. Tulisannya di dunia maya mulai mendapat respons. Banyak yang mengira Harry hanya berpura-pura sebagai tukang becak untuk menarik simpati. Dari situlah semuanya berubah.
Dengan segala pengalamannya tersebut sebagai seorang Single Parent setelah kematian istrinya ketika gempa bumi Yogyakarta beberapa tahun yang lalu, kini ia bisa menghidupi ketiga anaknya dengan baik. Ia kemudian juga membuat dan menerbitkan sebuah buku yang berjudul The Betjak Way ditulis dengan bahasa yang ringan dan mengalir. Buku yang diterbitkan oleh Metagraf (imprint dari Penerbit Tiga Serangkai) ini juga memuat nilai-nilai filsafat, humanisme, pariwisata Yogyakarta, kehidupan tukang becak, dan lain sebagainya. Dari bukunya itulah ia bisa mendapatkan uang lebih.
Harry memilih menjadi tukang becak karena memang hanya pekerjaan itu yang memungkinkan untuk dijalaninya. Selain bisa memperoleh uang dengan cepat, dengan mengayuh becak, ia mempunyai kebebebasan, bebas mencari penumpang di mana saja dan beristirahat kapan saja. Ia mengaku bisa menjadi dirinya sendiri, menentukan pilihan sendiri dan bukan atas tekanan orang lain. Itulah yang menjadi kunci baginya untuk bisa seperti sekarang.
Blasius Haryadi
Buku The Betjak Way
Situs jejaring sosial Harry
Facebook : http://facebook.com/harryvanyogya
Twitter : https://twitter.com/#!/Harryvanyogya
28-03-12